Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDA Space Teens

Double Esspresso - Not My Miracle

minmerry's picture

@ DOUBLE ESSPRESSO

Selalu ada kesedihan dimana-mana.

 stories behind past

Mungkin sudah banyak yang bertanya padamu, apakah kamu percaya.

Pada keajaiban?
Pada Doa?
Untuk kedua hal ini.
Yang katanya, terjadi setiap hari...

Mereka yang bertanya, ingin kamu juga mempercayainya. Karena itu terjadi pada mereka.

Do i believe?

Tersenyum, dan aku memandang ke langit...
Hujan itu tidak akan berhenti.

Dan itu belum terjadi padaku. Itulah jawabanku.


Turtle Neck lengan panjang hitam, jeans. Aku masih kedinginan.
Sejujurnya,
aku kangen pada semangkuk mie instan panas, mengepul-ngepul, chili
slice. Atau semangkuk bubur, dengan potongan ayam yang empuk, onions.

Hidungku sakit, perutku terasa tidak enak, seluruh tubuhku terasa tidak enak. Mengeluh lagi, Keira... Aku mengingatkan diriku sendiri.

Aku mengeraskan hati, dan menghitung biji kopi. Memisah-misahkan
biji kopi.  60 detik, dan melihat 44 milimeter cairan pekat itu
terkumpul dalam sebuah cangkir kecil. Menyusun Mug. Membosankan. Apa
lagi yang kamu harapkan dari sebuah coffee shop? Yeah, cerita mereka.

Hei. Aku memasang lilin di coffee shop malam ini. Karena hujan,
seharian, sedikit membuatku takut, aku meyalakan lilin. Banyak lilin.
Semua hijau. Warnaku. Warna kesukaanku.

Lilin membuatku merasa hangat. Cahayanya. Lilin-lilin pendek-bundar
yang aku letakkan di setiap meja. Di coffee bar, dipinggiran jendela.
Setiap sudut @Double Esspresso.

Aku tidak peduli coffee shopku terlihat merayakan natal lebih awal.

Karena Hayden tidak bisa membantuku malam ini. Aku kembali pada album Mat Kearney.

Windbell.

'Flu, Kei?' Tanya Luna, salah satu tamu @Double Esspresso,
seseorang  yang ceria. Kulitnya putih, sederhana. Luna mungkin lebih
tua dariku sekitar 2 tahun. Sifatnya yang terlihat, sepenuhnya berbeda
denganku.
'Yaa... Istirahat tidak membuatku lebih nyaman, jadi disinilah aku.' Jawabku.
'Muka kamu merah tuh, Kei.'
'Ya, kayanya mulai demam. Thx. I'm Fine. At least, i try to.'
'Oke. Cepat sembuh, Kei. Ini uangnya. Depositkan aza kembaliannya.'
Aku mengangguk. Dia mengambil cangkir kopinya, dan berjalan keluar.

Sungguh menyenangkan. Walau hujan belum akan berhenti, cafe mulai dipenuhi orang orang.

Tidak semua, aku mengenali mereka. Tidak semua, aku menyukai mereka.
Namun mereka datang, duduk dan bertemu seseorang. Ada yang datang dan
mencuri waktu untuk dihabiskan sendiri. Menatap ke jalan. Atau sesuatu
yang jauh.
 

Sungguh menyenangkan. Menyadari, semua berlalu. Tapi aku tetap disini. Di coffee shop. Ini adalah persembunyianku.
 

Waktu berlalu seperti yang dia sendiri inginkan. Dan malam bertambah
malam. Aku melihat, lilin itu menyerap semua cahaya yang ada di coffee
shop. Menggunakan cahayanya sendiri untuk menerangi coffee shop dengan
caranya sendiri.

Memakai jaket, mengikatkan syal putih dileherku. Terasa hangat.
Meniup lilin terakhir, dan cahaya dalam ruangan, langsung lenyap.
Mengunci pintu dan pulang.

Aku menebak-nebak, seperti inikah perasaan Gadis penjual korek api yang ditulis Hans Christian Anderson?

Dalam dongeng itu, Gadis Penjual Korek Api, melihat apa yang dia
inginkan dalam cahaya singkat sebuah korek api, dan meninggal
kedinginan.

Aku bukan Gadis Penjual Korek Api, tentu saja. Aku tidak akan
menggunakan korek api untuk memvisualisasi harapanku. Baik, baik, tidak
lucu, aku tahu.

Itu cerita yang menyedihkan, tapi tetap saja, aku merasa, gadis kecil itu akhirnya meninggal karena kedinginan, itu romantis.

 

"For My thoughts are not your thoughts, ...  

 

the light

 

Aku terbangun dengan perasaan yang tidak lebih baik keesokan harinya.

Terlalu dingin untuk mandi. Badanku menggigil. Namun, tidak
terlintas dalam pikiranku, untuk tidak usah ke coffee shop hari ini.
Sesuatu dalam diriku, tidak bisa menghentikan aku kesana.

Karena pagi, memang selalu sulit untukku. Menyadari satu hari lagi
sudah berlalu, dan mempertanyakan apakah yang aku lakukan sudah benar.

Aku mengambil kaos dan jeans dari deretan tumpukan baju teratas, dari lemari. Memakainya.

Membuat oats untuk sarapan.

Kafein. Aku butuh kafein untuk mengurangi nyeri dikepalaku. Tapi
tidak di sini, dirumahku. Aku harus bisa bersabar hingga sampai di
coffee shop.

Dingin. Namun wajahku memerah, panas. Demam semalam, belum turun.

Sakit, adalah hal yang biasa. Aku harus istirahat, namun aku tahu
aku tidak akan bisa beristirahat. Orang biasa menyebutnya keras kepala.
Sama halnya, sejak kecil, aku selalu memilih kata-kata. Aku memilih
kata-kata yang akan kugunakan. Aku mengubah kata-kata yang tidak
kusukai, atau aku memutuskan tidak akan memakainya. Dan aku bertahan
dengan itu. Mendengarkan orang lain memakai kata-kata yang tidak
kusukai, juga membuat suasana hatiku terganggu.

Lupakan soal kata-kata. 

Aku membuka kunci @Double esspresso. Wangi lilin masih tertinggal dalam coffee shop.

Menghidupkan mesin espesso, menunggu.

Aku ingin mengganti bunga-bunga ditiap-tiap meja coffee shop.
Langkahku terasa berat. Mataku tidak bisa melihat meja didepanku. Aku
merasa, aku terjatuh dengan keras. Dan kepalaku menghantam pinggiran
meja, dengan keras.

Aku tidak mendengar suara apapun.

Adakah yang datang dan menemukanku, kali ini?

Aku mendengar detak jantungku, aku berbicara dalam seolah terpisah
dari tubuhku. Cukup jauh, dan aku merasakan sebuah jalan gelap.

Tidak. Tolong, jangan, jangan mimpi lagi untukku.

Namun, aku terus berjalan... Aku melihat diriku berjalan. Aku kecapaian. Namun aku takut, terlalu takut untuk berhenti.

 

 

...Neither are your ways My ways," declares The Lord.

 

 

Dan aku tidak menemukan alasan bertanya kenapa. Itu cuma flu, aku hanya sakit, pikirku.

 

JIka belum waktunya, setiap orang pada akhirnya, harus membuka mata. Dan harus melihat...

Aku melihat samar-samar. Sosok tinggi didekatku. Tanganku sakit, seseorang menggenggamnya terlalu erat.

'Lepaskan tanganku.' Suaraku hampir habis. Seperti hanya angin yang keluar dari tenggorokkanku.

Kenapa dia yang ada disini?

Kenapa Glass?

'Kamu yang menolongku?'

'Bodoh. Katakan pada seseorang setidaknya, jika kamu sakit. Sendirian tidak akan menolongmu.'

Aku tidak menjawabnya. Entah kenapa dia marah, tapi sepertinya aku bisa memahaminya.

'Jangan marah lagi.' Kataku, bangun dari tempat tidur. Baru kusadari, aku sudah sampai dirumahku.

Glass, sebenarnya dia cukup baik.

'Aku tidak bisa terlalu lama beristirahat, aku akan berpikir yang
tidak seharusnya. Aku nyaman di coffee shop, dan itu menghentikan aku
dari pikiranku yang tidak kusukai.' Aku mendengar suaraku semakin parah.

 

'Kamu tertidur lama sekali, sudah malam', Katanya. 'Aku disini. Tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja.'

'Terimakasih.'

Aku kembali berbaring. 'Aku kecewa pada banyak hal, dan aku merasakan banyak harapan dalam dirimu, Glass.'

'Aku tidak ingin melihat begitu banyak pengharapan. Karena itu tidak pernah terjadi padaku.'

'Lupakan, ini pernah kamu dengar dariku. Aku hanya sedang sakit.'

Matanya tetap menatapku ramah dan hangat. Dia mendengarkan aku.

'Glass...' Aku menyentuh tangannya.

'Katakan padaku, apa yang kukatakan saat aku tertidur.... Saat aku bermimpi.'

'Keira, apa sesungguhnya yang terjadi padamu?' Tanyanya khawatir.

'Katakan, katakan apa yang kukatakan... ' Aku mendesaknya. Mendorong tangannya.

'Glass?'

'Tidak, Kei. Tidak ada, kamu tidak sadarkan diri. Itu saja.'

'Sungguh?'

'Cross my heart... Ayo, sekarang... Kamu ingin makan sesuatu? Atau ingin berbaring sebentar lagi?' Tanyanya.

'Aku ingin mie instan, bolekah?'

'Kamu sakit. Akan sangat sulit untuk menolak permintaan kamu, Kei. Tunggu sebentar ya.'

Glass menemaniku sepanjang malam. Dia menyeret sebuah sofa, duduk
disamping tempat tidurku. Mencoba menceritakan hal-hal lucu untuk
menghiburku.

Dia sesungguhnya, cukup baik. Rambut putih mulai muncul disela sela
rambutnya. Saat dia serius, aku menemukan, ada yang kurindukan dari
dirinya.

Dia menemaniku, membujukku hingga aku tertidur.

Tanpa mimpi.

Aku yang menggenggam tangannya lebih erat kali ini. Aku merasakannya dalam tidurku.

Pada saat aku harus membuka mata besok, biarlah. Biarlah.

 

 

 

.....................................Glass.

Duduk disana. Menatap Keira. Sosok mungil yang merebut hatinya.

Suara teriakan itu masih terngiang dalam telinganya, pikirannya.
 

'Darah....DARAH.... Tolong aku....Selamatkan dia, dia harus selamat.... ! Hanya dia satu satunya peninggalan Ben untukku.'

'Kenapa masih begitu banyak darah? Ayolah, tolong aku....'

Glass menghela nafas. Suara teriakan yang mengerikan.

Menyentuh rambut Kei yang jatuh lembut.

'Ya Tuhan...'

'Keira....Sesungguhnya, apa yang terjadi padamu? Maaf, aku harus berbohong padamu, Kei.'

'Dan aku tidak bisa menjelaskan... Bagaimana caranya membuatmu lebih baik?' Glass berbisik disamping Kei.

'Jika kamu yang terpilih, maka kamu menjalaninya. Untuk yang sudah
terjadi, bahkan yang belum terjadi. Bukan kamu yang memilih keajaiban.
Bukan juga aku.'

'Berjanjilah kamu akan baik-baik saja, untukku.'

 

 -

-

-

 

 

 

Selalu ada keajaiban terjadi setiap hari.

Manusia tidak pernah berhenti mempercayai itu.

Keajaiban itu, sesungguhnya adalah permintaan-perminataan sederhana manusia.

Dan itu tidak pernah terjadi, dalam hidupku.

Jangan bertanya padaku, apakah aku mempercayainya.

 



"For My thoughts are not your thoughts, Neither are your ways My ways," declares The Lord.

"As the heavens are higher
than the earth, so are My ways higher than the earth, so are My ways
higher than your ways my thought higher than your thought.

Isaiah 55 : 8-9


 

Haii minmerry..

Yoshua's picture

Ini comment pertamaku di blog mu sekaligus salam kenal ^^,

Sbelomnya jujur aku kurang ngikutin seri double esspresso, aku pikir yang namanya seri pastinya antar serialnya saling sambung. Tapi ternyata ini ga jadi masalah. Gaya penulisanmu keren. Dirimu seorang coffe maker yang jempol. Membaca tulisanmu serasa menikmati secangkir kopi di coffe shop berkelas

Teruslah menulis, minmerry Smile

<- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Yosh...

minmerry's picture

Hi, salam kenal. Maaf kesibukkan menghentikkanku untuk membalas komen beberapa waktu ini. ^^
Wah, terima kasih untuk meluangkan waktu membaca dan memberi komentar untukku. Tulisan ini fiksi, namun u guess, hehe. Kadang pemilik coffee shop menuliskan kejadian-kejadian pengunjung coffee shopnya yang datang setiap hari.

Saya penggemar novel dan bermimpi untuk menjadi penulis naskah serial drama. Series ini adalah awal latihan saya.

Duh, cukup tentang saya. ^^ Jadi mempromosikan diri. Anda penggemar kopi juga, Yosh?

Have a nice day.

<- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Disclaimer | Situs ini dibuat oleh Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) © 2008-2024 | Buku Tamu | E-mail: webmastersabda.org
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati
Laporan Masalah/Saran