Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDA Space Teens
Double Esspresso - Accross The Blue Sky / Lan Tian Bai Yun Zhi Shang
@ DOUBLE ESSPRESSO
Di seberang langit biru
Ada seseorang di sana. Somewhere across the blue sky.
Aku tahu kelemahanku.
Dan, mungkin beberapa orang yang lain.
Aku tetap mendesah, walau aku tahu aku tidak akan menemukan kelegaan yang kucari itu.
Aku, Keira. Cukup ceria untuk hujan yang kembali mulai menghiasi
hari-hari di pearl city. Dengan lambat, aku mulai menyusun cangkir dan
mug yang sudah dikeringkan. Satu demi satu. Yesterday once more, lagu
yang mengalun, menemani tamu-tamu di coffee shop.
Menemaniku, actually.
Hujan yang cukup deras, sebagian besar kaca coffee shop dipenuhi genangan air yang mengalir turun. Tidak putus.
Aku puas, melihat mereka duduk menikmati kopi mereka, kopi yang
masih mengepul. Nyaman, jauh dari basah dan dingin karena hujan.Di
Pearl City, hari sudah kembali sore untuk satu hari ini.
Min baru pulang pagi tadi. Menginap karena terlalu malam untuk
pulang sehabis merayakan kemenangannya dalam perlombaan menulis
artikel. Dreamworks on Paper. Dia membawa pulang akrilik, semacam
kepingan kaca yang pada kaca itu dicetak tulisan, untuk dipamerkan.
Akrilik itu terpasang dengan baik, di dinding Coffee Shop.
Semua datang untuk merayakan malam kemenangannya semalam. Joli yang
pertama memberinya selamat. Joli dan Ari duduk dan dengan semangat
mendengarkan detail malam penganguerahan Min.
Dennis meledeknya habis habisan karena bukan juara pertama. Hai hai
dan Vantillian membesarkan hatinya, menurut mereka min Cuma menulis
satu malam, lalu tulisannya terpilih. Min yang memerah wajahnya, setiap
kali dia menjadi pusat perhatian.
Keira tersenyum. Memandang akrilik yang terpasang di dinding coffee
shop. Akrilik persegi, tulisan Min. Akan seperti apa tulisannya
beberapa tahun nanti? Dia pulang dengan kelegaan yang sudah berganti.
Kelegaan yang datang dengan beban baru. Min, maksudku. ‘But, He is not
here, Kei. Sayang sekali, right?’ Katanya, lalu berjalan menyeberangi
jalan.
Aku tahu maksudnya. Ini, mungkin satu bentuk yang dimaksud saatnya merindukan orang yang sudah pergi. Maksud Min.
Sesungguhnya, aku mengenali tidak yakin mengenali, sosoknya dengan baik sekali.
Windbell.
‘Ya?’
‘Segelas espresso.’
‘Baik, duduk dulu, ko?’
Dia mengangguk, duduk di coffee bar.
‘Sendirian?’
Aku meletakkan segelas espresso didepannya. Serbet dan sendok kecil. Dia mengangguk.
‘Silakan dinikmati…’ Nadaku ceria, dan tersenyum. Tidak biasa aku menyapa tamu. Namun dia berbeda.
‘Kamu tersenyum hari ini. Aneh.’ Katanya.
Aku mengangguk.
‘Suasana hati sedang baik, Ko.’ Sedikit menambahkan nada sombong pada nadaku. Dan menambahkan kerutan lucu pada senyumku.
Tentu saja aku bisa menjadi Keira-Coffee-Shop-Girl yang adorable dan
bright, pikirku. Come on, pinkpig, tentu saja… I know what were u
thinking.
‘Itu akrilik Min?’ Tanyanya.
‘Yak, dikasih untuk @Double Esspresso. Seminggu dia promosi di
coffee shop, banyak yang vote untuk dia. So, dia beli akrilik dari
panitia, langsung pas pameran. Then supaya semua yang disini bisa baca.’
‘Wow. Great.’
Dia, Ko Hai bangkit dari bangku dan mulai membaca isi tulisan dalam akrilik itu. Lalu berjalan ke coffee bar.
Nyentrik, dengan rambut panjangnya. Aku selalu membayangkan dia, Ko
Hai, dengan kemeja bernuansa gelap. Jika aku mau sedikit berusaha lagi,
mungkin akan mendekati sosok Ninja. Namun aku memutuskan lebih baik
jangan membayangkan atau mencoba menerka Hai Hai. Disini dia, duduk
tenang siap untuk berbagi cerita. Kemeja bernuansa biru, tenang dan ada
sisi yang lucu dalam dirinya yang siap meledak.
‘Dia datang, meletakan akrilik, lalu merayakan dengan gembira. Walaupun, aku merasa dia terlalu tenang.’
‘Tenang?’ Tanya Ko hai.
Mengangguk, melanjutkan. ‘Dia gembira, namun kegembiraannya sama dengan dirinya yang biasa.’
Aku tertawa. ‘Bahkan dia dengan takut, bertanya dengan
sungguh-sungguh dengan Vantillian, apakah dirinya, Min, tidak tahu
bersyukur?’
‘Dan vantillian tertawa?’ Tebak hai-hai.
‘Vantillian bingung mau menjawab apa. Bukan karena pertanyaannya. Tapi ekspresinya.’
Ko hai tertawa, aku juga.
Sore itu, aku tidak berusaha mengingat siapa yang sudah memenuhi
coffee shop. Aku membiarkan diriku larut dalam cerita Ko Hai. Aku
menceritakan, soal Min. Entah kenapa aku merasa Min yang pulang dengan
perasaan yang sedikit kosong. Tidak biasanya dia begitu.
‘Suatu hari temanku telp. Adi Elisa’
‘Dia siapa?’ tanyaku.
‘Dia penginjil.’ Jawab Ko hai, lalu melanjutkan lagi, ‘dia yang mengerjakan proyek film Jesus dan film lpmi lainnya.’
‘Dia minta aku jangan hanya cari uang saja, kalau ada uang jangan
cuman untuk senang senang. Ternyata saat itu dia sedang sakit parah,
lalu dia meninggal.’
‘Aku gak tahu sama sekali...’
‘Baru tahu sekitar 3 bulan kemudian, aku nangis karena kesal.’
Aku diam. Mendengarkan.
‘Aku selalu tegar di depan umum. Waktu adikku meninggal aku sangat
tenang. Tiga hari kemudian, di jalan tol, aku nangis sendirian.
Keliling jalan tol kota dan nangis sendirian.’
Seorang wanita, 25 tahun berlalu didepanku. Aku suka low neck dress
selutut yang dia pakai. Tanpa make up, rambut lurus yang mengingatkan
aku pada sahabatku. Sambil mendengarkan, mataku memandangi sebuah sosok
cantik yang masuk kedalam coffee shop-ku.
Cerita demi cerita.
Ada sesuatu diseberang langit biru. Begitulah akhir cerita sore itu. Aku menikmati gelas coffee keduaku. Begitu juga dia, yang bukan siapa-siapa.
‘Ada saat-saat tertentu, aku begitu merindukannya, sehingga sering aku berkata sambil menatap ke langit.’
Dia bercerita tentang adiknya sepanjang sore itu.
‘….lebih mudah mengingat rohnya pergi ke negeri di seberang
langit biru, untuk sebuah nama yang lebih baik, aku menyebutnya surga.’
Perlahan coffee shop mulai kosong.
Aku menutup lampu dalam coffee shop setelah semua pulang. Glass menunggu untuk mengantarkanku.
Langkahku terhenti di depan akrilik itu Menyentuh permukaan kacanya. Membaca beberapa kalimat didalamnya.
Meneruskan langkah. Mengunci pintu.
Glass menyambutku dengan senyumannya. Aku melingkarkan lenganku pada
lengannya. Ada pandangan bertanya yang ditunjukannya padaku.
‘Jika kamu di seberang langit biru, aku tidak bisa lagi menggandengmu seperti ini.’ Kataku padanya.
Inspired by :
Di Seberang Langit Biru - Hai Hai
To read more, please click on the link. ^^
Okeh, okeh.
MIN-GETIKA (yeah, not funny, I know)
Ada beberapa note yang ga perlu, :
1. I know that Using hai hai name, can cause so many click-click
on my blog. (^^) But I’m not using his name untuk tujuan click clik
itu. Please jauhkan aku dari pikiran itu. Huehehe.
2. Basa basi
emang ga zaman lagi. But Uncle Tong said, ‘Tata krama itu baik.’ So, I
thank u all for reading and voting before.
Click here :
DREAMWORKS ON PAPER - Min
fr Min
- minmerry's blog
- Login to post comments
- 3058 reads
Cahaya menutupi
Cahaya menutupi bumi,
Menerangi alam,
Langkahku terhenti seketika,
Memulakan bicara dengan,
Seorang teman rapat.
Hari itu kubersaksi,
Tentang kebaikan Tuhan,
Dia mendengar dengan,
Sepenuh jiwanya,
Menyadarkan dia tentang itu.
Nafasku tertarik,
Panjang leganya,
Ku berdoa dalam hati,
Agar pintu hatinya,
Terbuka saat mentari bersinar.
Geadley