Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDA Space Teens

Double Esspresso - A Rainy Day

minmerry's picture


@ DOUBLE ESSPRESSO

@ The Coffee Company

 

 

hujan.

seharian hujan. sejak pagi, tamu yang datang bisa dihitung dengan jari. padahal hari ini aku menyiapkan caramel yang manis.

hampir mati kebosanan rasanya, menunggu sambil mengubah ubah channel di layar TV yang diletakkan di atas sisi coffee bar. tidak ingin mengeluh, tapi hujan tetap saja hujan. hujan membuat suasana hati terasa blues.

dari sisi tempat duduk di coffee bar, aku dapat melihat ke trotoar, sebagian besar coffee shop ini, mengarah ke jalan, dan hanya dipisahkan dengan kaca tebal. jadi, sering, itu menjadi objek lamunanku, pemandangan orang orang yang berjalan lalu lalang di depan coffee shop... yah, tidak ada lagi yang lebih membosankan dari hidup gadis penunggu. dan dari pengalamanku ini lah, aku rasa, memang benar, ada yang bilang padaku, hantu ga akan gitu bego "menunggui" sebuah rumah, ato pohon gede... buat apa iblis/hantu nunggu melulu, mending laksanakan misinya. jadi mungkin hantu kebanyakan di 21 ato di mall. tapi terserah dia, urusan dunia lain bukan urusanku.

*phone ringing* --*mum calling*

'Ya ma?' aku menjawab telepon, menerima telepon darinya, selalu membuat aku sedikit lebih tegang.

'masi di coffee shop, kei?'

'ya ma... mama mau ke sini?'

'Jadi, dia pernah menghubungi kamu?'

'Tidak, ma. tapi aku suka di sini, coffee shop ini, kota ini. mama mau coba kesini untuk melihat lihat?'

'Sejak awal, mama tidak pernah setuju dengan ide kamu. toko kecil itu, pria itu, semua yang membuatmu meninggalkan apa yang seharusnya bisa kamu dapatkan.'

dia menghela napas.

'Ma.....'

angin berhembus pelan. lonceng itu berbunyi sangat pelan.

menunggunya berbicara lagi, membuat pikiranku kosong tapi dada ini sesak, ingin segera memutuskan telepon. tetapi aku berharap...

'Kamu selalu melakukan apa yang kamu inginkan, tidak pernah mendengarkan kata orang tua, inilah yang kamu rasakan, Kei.'

aku memalingkan badan membelakangi coffee bar, terdiam. tidak ada gunanya lagi membantah, pikirku.

'kamu tidak harus menanggapi keseriusan papa dengan bertahan pada coffee shop itu.'

'lho, mama, kei melakukan ini karena kei senang, ma. coffee shop ini bukan hal yang buruk.'

'kamu tidak pernah beruntung, kei. semuanya. suatu hari kamu akan tahu bahwa mama yang benar, mama tidak salahkan kamu. tapi kamu memang bodoh, kei. sama seperti papa kamu.'

dan begitu saja. mama menutup telepon.

cukup lama, aku berdiri menatap lantai. menggenggam telepon  hingga urat urat pergelangan tanganku  terlihat jelas.

dia, mama, lupa menanyakan apakah aku baik baik saja? apakah aku masih berlatih piano? masikah aku bergadang hingga larut malam? masihkah aku menghabiskan seluruh waktuku untuk menonton drama korea? masikah aku pelit? masikah aku berdoa hingga tertidur?

aku tidak membencinya. sebagai gantinya, aku membiarkan sakit hati itu begitu saja.

 

setelah puas melamun dan mengulang ulang kata kata mama dalam benakku, perhatian ku terpecah karena denting lonceng.

Sepasang mahasiswa.

'Mau coba caramel latte?' aku menawarkan ramah.

yang pria bertanya pada kekasihnya. warna matanya brunette. serasi dengan kulit nya yang terlihat terbakar matahari. kekasihnya mengiyakan. aku menerima lembaran uang yang disodorkannya, memberi kembalian dan mempersilahkan mereka duduk.

dua gelas caramel latte dengan gelas kecil, aku antar ke tempat duduk mereka.

hujan yang reda membawa rezeki. selain mereka, kembali masuk seorang ibu muda dengan anak kecil, sekitar 5 tahun.

melihat Caramel Latte yang aku buatkan untuk sepasang mahasiswa tadi, wanita cantik itu juga memesan segelas yang sama. menambahkan satu scoop eskrim vanilla untuk si kecil, di gelas terpisah.

gumpalan busa di atas late. semprotan professional caramel diatas cream. ini masterpiece yang sederhana. mengapa ia tidak bs mengerti, tanyaku dalam hati.

mereka menikmati sore mereka.

mahasiswa mahasiswi itu mungkin berdebat dan bergosip tentang kehidupan kampus. mungkin ada dosen yang sangat mereka sukai. mungkin ada dosen yang tidak bisa mereka hormati.

dan di sudut yang lain, seorang wanita yang terlihat bahagia, dengan seorang bocah kecil berambut ikal. mamanya tidak keberatan sorenya diganggu oleh bocah kecil yang rasa penasarannya tidak terbendung. tidak kurang dari lima kali si kecil itu menjatuhkan apapun yang ada dimeja ke lantai. aku tidak keberatan direpotkan oleh anak kecil itu. gula yang tumpah, serbet yang kotor, aku berjalan kembali ke meja dan memberikan serbet baru, dan menyusun kembali jar kecil berisi gula.

'Maaf. maaf telah merepotkan' mamanya berkata. wanita itu.

aku tersenyum, 'Tidak apa apa. berapa usianya?'

'empat tahun. namanya Nathaniel'

Bocah itu menatapku. aku tertawa. dia kelihatan sedikit takut. tapi dia memberanikan diri untuk tersenyum.

aku menyapanya. bertanya hal hal kecil untuk sopan santun. dia meminta aku untuk duduk bersama dengan dia. aku dengan senang hati menerima kehormatan itu, dan dia bercerita. aku tidak menatap matanya. tapi menatap rambut ikal yang memesona dari bocah berumur 4 tahun itu.

dia terus bercerita. aku mengikuti ceritanya. tertawa. mengeluh. aku suka wanita ini.

'natahaniel. dia bukan anak yang nakal. kadang aku merasa begitu berhutang pada nathan. dia hanya memiliki aku sebagai ibunya.'

cerita demi cerita.

bukan lagi seorang bocah berambut ikal dalam benakku.

tapi seorang gadis kecil berambut lurus, hitam dan keras kepala. dan aku mengenal gadis kecil itu.

aku berusaha menahan air mata yang hampir jatuh. setelah ini, aku akan baik baik saja. pasti begitu. dan selalu begitu.

 

caramel selalu terlalu manis untukku.

 

Disclaimer | Situs ini dibuat oleh Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) © 2008-2024 | Buku Tamu | E-mail: webmastersabda.org
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati
Laporan Masalah/Saran