Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDA Space Teens
When the music fades
Hari minggu yang nyaman. Kursi empuk di gereja, balutan interior yang wah, lampu kristal hias nan menawan bergantung di balkon, alunan lembut musik gereja, sejuknya AC, plus suara pendeta yang mendayu-dayu membuat aku larut dalam suasana, atau istilah sopannya “ngantuk”. Aku berpikir, “Wah betapa nyamannya hadirat Mu Tuhan. Kurindu selalu diam dalam bait Mu..”
Sampai tiba-tiba ada pemadaman listrik. Dalam sekejab segala kemegahan gereja lenyap. Desain artistik gereja ditelan kegelapan, AC tidak berfungsi, suara pendeta dan choir tidak lagi bergema. Suasana nyaman mendadak berganti panas dan gelap. Aroma lemon pengharum ruangan berganti bau keringat.
Para pengerja pun menghidupkan portable genset, namun daya yang dihasilkan hanya cukup untuk menghidupkan lampu utama. Selain itu, suara gemuruh genset justru semakin mengganggu keheningan suasana. Kebaktian ga ubahnya pasar kaget, jemaat mulai ngobrol sendiri riuh rendah, sembari kipas-kipas menahan gerah.
Ini pasti pekerjaan iblis, pikirku. Oknum yang satu itu emang paling ga tahan kalo kita memuji Tuhan. Namun ketika aku berdoa, aku pun mulai tahu, Tuhan sendiri yang menghendaki hal itu terjadi. Yup. Ada yang ingin Ia ajarkan saat ini. Aku pun menerawang sekeliling, melihat temaram salib besar di dinding gereja. Tanpa efek pencahayaan artifisial, salib itu tidak nampak elegan, hanya seperti kayu hitam biasa. Namun ada yang beda. Kesederhanaan. Hadirat Tuhan pun kurasakan dalam kesederhanan.
Ketika Yesus mengajar di bukit, bisa sampai ribuan orang yang mendengarkan. Rasanya sulit bagi semua orang untuk bisa mendengar dengan jelas khotbah Yesus tanpa pengeras suara. Namun banyak orang yang rela meluangkan waktu, bahkan mungkin kepanasan hanya untuk melihat pribadi yang berkuasa (Mat 7:29). Pada abad pertama, pengikut Kristus beribadah secara sembunyi-sembunyi di katakombe (kuburan gua) untuk menghindari pengejaran tentara Nero. Kini di berbagai belahan dunia masih banyak pengikut Yesus yang bertekun dalam persekutuan “bawah tanah” untuk mengindari razia pemerintah yang membatasi kegiatan kristiani. Dalam kesederhanaan mereka merendahkan diri dan mencari Tuhan secara total.
“Tuhan, aku pun haus akan Engkau. Aku disini mencari Mu..” dan aku mengakui seringkali aku datang karena atribut gerejawi, tidak sungguh-sungguh mencari wajah Tuhan. Untungnya aku masih kuasa membendung air mata. Dalam hatiku mengalir lagu The heart of worship-nya Matt Redman..
I’m coming back to the heart of worship
and it’s all about You
It’s all about You Jesus..
- Yoshua's blog
- Login to post comments
- 2637 reads