Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDA Space Teens
Arti sebuah kata "Dewasa"
“DEWASA” ini adalah satu kata yang membuat saya kebingungan untuk mendalami arti yang sesungguhnya. Suatu hari ketika berbincang dengan seseorang yang umurnya lebih tua dari saya, saya dilontarkan dengan kata “Dasar anak kecil!” padahal saat itu yang saya lakukan hanyalah tertawa kegirangan. Kemudian dia melanjutkan kata-katanya “wajarlah yah, umur kau masih kecil makanya sperti itu,” bertanya padanya “lohhh memank kalau sudah dewasa tidak boleh tertawa senang yah?” dia menjawab “tapi bukan seperti HaHaHaHaHa, inget umur gue lebih tua dari kau!”
Tutup sampai selesai perbincangan saya mulai berpikir, apa itu orang dewasa? Kalau orang pintar merasa dirinya bodoh sehingga dia bisa terus belajar, nah kalau orang dewasa apa prinsipnya sama? Jawabannya saya rasa adalah “YA”, saya ingat tentang khotbah eksposisi tentang jemaat Korintus, kondisi jemaat disana memiliki pemikiran yang seperti anak kecil, namun ironisnya mereka merasa dewasa justru itulah sifat anak kecil yang paling kekanakan / tidak dewasa!
Mengapa saat itu jemaat di Korintus dinilai Paulus sebagai orang yang belum dewasa, padahal dari segi umur tentulah mereka orang-orang yang sudah dewasa bukan? Bagaimana bisa disebut orang yang telah dewasa? Pikiran saya susah sekali menjadi dewasa kalau hanya bersukacita gembira saja tidak boleh. Lalu kekanakan bagaimana yang menurut alkitab? Yang saat itu Paulus jelas-jelas bilang belum dewasa itu?
Pelan-pelan mencarinya dari Alkitab, karena saya sangat yakin pasti jawabannya ada dalam Alkitab, karena Bapa yang disorga pasti ingin semua anak-anakNya bertumbuh dewasa.
Lirikan pertama Yohanes 9:21 tetapi bagaimana ia sekarang dapat melihat, kami tidak tahu, dan siapa yang memelekkan matanya, kami tidak tahu juga. Tanyakanlah kepadanya sendiri, ia sudah dewasa, ia dapat berkata-kata untuk dirinya sendiri." Dari ayat ini yang menggugah saya adalah kalimat “ia sudah dewasa, ia dapat berkata-kata untuk dirinya sendiri.”
Mencoba mengingat masa kecil (masih bayi), disini saya yakin sekali bukan hanya saya tetapi semua orang lain juga akan mengalami hal yang sama, “adakah diantara kita semua yang bisa mengenal dirinya sendiri saat masih bayi?” saya yakin jawabannya TIDAK ADA YANG BISA! Coba perhatikan para bayi-bayi yang baru lahir dimana kedua orang-tuanya lekas memberinya nama, namun pastilah bayi-bayi itu tetap tidak akan bisa mengenal siapa dirinya sendiri bukan? Ketika bayi, kita tidak bisa membedakan mana yang tangan kiri dan mana yang tangan kanan, ketika bayi kita tidak tau kalau kita memakai baju berwarna putih, kita tidak tau berapa berat badan kita, dan semuanya kita tidak tau, karena kita belum mampu mengenal diri sendiri.
Mulai dari balita (1-5thn) barulah setiap manusia mulai mempelajari dan mengenal dirinya sendiri, misalnya kalau kita bertanya pada mereka tentang perbedaan mana tangan kanan dan tangan kiri, mereka mulai mengetahui mana perbedaan itu.
Dalam pengertian saya, seorang anak-anak kecil adalah sosok yang masih membutuhkan bantuan dari orang tua, atau dari orang lain. Dari bayi menangis ingin makan, dia tidak bisa makan sendiri tanpa disuapin oleh orang-tuanya atau orang lain, hal itu saya namakan dengan kata “menyusahkan orang lain.” Menyusahkan adalah hal yang buruk, namun mereka tidak mengerti kalau hal yang mereka lakukan itu adalah buruk itu wajar, karena mereka masih anak-anak dan belum mampu berpikir dengan kritis seperti layaknya orang yang sudah berumur lebih tua lainnya.
Masih kecil itu wajar, tapi ironis sekali kalau sudah tua merasa dewasa, namun masih membebani orang-tua, dan orang lain. Seorang dewasa adalah orang yang mampu mengenal dirinya sendiri sehingga idealnya seorang dewasa itu mampu menempatkan diri dimana dia berada. Tidak sedikit orang yang sudah berumur tua lebih banyak melakukan hal yang buruk ketimbang anak kecil yang melakukannya, hal ini menunjukan orang yang berumur tua-pun banyak yang seperti anak kecil bukan?
Anak kecil melakukan hal yang buruk, mungkin mereka tidak tau arah yang benar. Bayangkan ketika seorang anak kecil bermain sepeda, kebanyakan dari mereka dilarang orang-tuanya untuk bermain dijalan raya besar, mengapa? Sederhana saja, anak kecil kalau main dijalan raya besar nanti bisa tertabrak mobil/kendaraan lainnya, karena mereka masih belum mampu meng-arahkan sepedanya dengan baik.
Adalah hal yang sungguh ironis sekali jika seorang yang katanya “dewasa” masih juga belum mampu mengenal, menempatkan, dan mengarahkan dirinya dalam kehidupan didunia ini!
Lirikan kedua: (dewasa dalam spiritual)
Korintus 3:1 Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus.
3:2 Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarang pun kamu belum dapat menerimanya.
3:3 Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?
Manusia duniawi (ay 1) ayat ini secara harfiah berarti pertumbuhan manusia secara daging saja, daging yang lemah berarti pertumbuhan manusia yang secara harfiah semakin tua saja, yang semakin lemah dalam physical, keadaan jemaat di Korintus adalah orang-orang yang masih baru percaya, sehingga diperkuat dengan kata belum dewasa.
Ayat 2 dan 3, kalau dibahas berdasar ensiklopedia Wycliffe maka maksudnya adalah “Sebuah tuduhan serius tentang ketidakmatangan rohani dilancarkan dalam kalimat dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya (dalam bahasa Yunani ini adalah ungkapan yang sangat keras). Alasannya (karena) mereka masih manusia duniawi. Sebuah perubahan kata penting perlu diperhatikan. Duniawi di sini bukan sarkinos tetapi sarkikos, yang secara harfiah artinya. bersifat seperti daging, yang sama dengan menurut daging (bdg. Rm. 8:4). Di balik kata ini terdapat pengertian sifat bandel, dan Paulus menyalahkan orang-orang yang dalam kondisi ini. Kelemahan yang terus-menerus menghasilkan sifat bandel. Menolak untuk menerima susu dari Firman Allah mencegah orang untuk menerima daging dari Firman Allah. Dan perselisihan bukan bacaan yang asli, kendati pengertian itu ada di dalam konteksnya (I Kor. 3:4).
Paulus melukiskan empat jenis orang. Yang pertama adalah manusia lahiriah, yaitu manusia yang tanpa Roh, yang memerlukan kelahiran baru (Yoh. 3:1-8). Yang kedua adalah manusia duniawi yang lemah (I Kor. 3:1), bayi di dalam Kristus, yang perlu bertumbuh melalui susu Firman. Jenis ketiga ialah manusia duniawi yang bandel, yaitu orang Kristen yang lebih lama tetapi belum dewasa, yang memerlukan pemulihan kepada persekutuan. atau keadaan sehat yang memungkinkannya menyerap gizi, melalui pengakuan dosa (bdg. I Yoh. 1:9). Keempat, manusia rohani atau dewasa, yang telah menanggapi susu dan bertumbuh menjadi dewasa rohani sehingga kuat dan mampu menerima makanan keras dari Firman (I Kor. 2:15; 3:2). Allah ingin semua orang Kristen menjadi seperti ini. Bahwa Paulus menyamakan manusia dewasa dengan manusia rohani tampak dari perbandingan 2:6 dengan 2:15 (bdg. 3:1; dia membedakan manusia ... Yang belum dewasa dengan manusia rohani). Dia juga mengemukakan bahwa hikmat Allah adalah untuk manusia rohani (2:15; 3:1). yang memiliki kemampuan tidak terbatas untuk menilai segala sesuatu. Analogi kehidupan jasmaniah dengan semua hal ini merupakan ilustrasi yang terbaik.” (Wycliffe via alkitab.sabda.org)
Dengan pengertian diatas, maka saya lebih setuju dengan suatu ungkapan yang katanya “Umur tambah tua, tapi pikiran belum tentu tambah dewasa.” Manusia yang katanya dewasa seharusnya sudah mampu memfokuskan diri ke arah yang tertuju dan dengan tajam fokus tak bergeser! Kenyataannya banyak sekali orang yang hanya karena merasa umurnya sudah tua, sudah tidak tertawa-tawa, sudah menonton film dewasa, baca buku orang dewasa, dan sudah melakukan hal-hal yang dewasa, maka sudah merasa dewasa. Padahal sebenarnya dalam lingkup dunia yang semakin kacau ini, dewasa yang dianggap dunia ini justru itulah yang semakin merusak!
Jika begitu tak ada bedanya dengan seorang anak kecil yang ingin bermain sepeda di jalan raya bukan? Kenyataan faktanya banyak orang yang sudah merasa dewasa pun sering berlaku bodoh (tidak dewasa), buktinya perhatikan saja sekitar kita, yang mungkin juga adalah kita sendiri.
Saya mengambil ilustrasi seperti anak kecil yang bermain sepeda, yang berkemungkinan besar akan jatuh / tertabrak dengan kendaraan lain, hal itu karena dia tidak bisa mengendalikan arah yang benar. Pada saat manusia yang merasa sudah dewasa sering kali melakukan hal yang sama, ketika kita memfokuskan untuk diri / untuk lingkungan (egosentris / anthroposentris), sebenarnya kita telah terjebak dalam arah yang salah. Kita merasa tujuan itu sudah benar, kita menikmati dengan enjoy, bebas dan dengan penuh ambisi kita ingin mencapainya, namun ketahuilah sebenarnya saat itu juga kita sedang menuju jurang!
Manusia yang dewasa sudah mampu mematikan keinginan dagingnya yang lemah yang hanya semakin tua saja, manusia dewasa itu mampu kuat dalam spiritual.
Manusia dewasa yang dalam arti “tua” hanyalah mementingkan pemikiran sendiri yang tidak berdasar pada arah yang jelas, atau tidak mereka hanyalah mementingkan bagaimana pandangan orang lain terhadapnya, mereka mengikuti trend dunia yang dinilai orang lain itu sebagai kata “dewasa”.
Manusia dewasa yang spiritual telah mampu menilai segala sesuatu dalam terang Tuhan, dengan penuh view / pandangan yang jelas, namun ia sendiri tidak dinilai oleh orang lain.
Kita harus tau dan sadar kalau pertumbuhan fisik ini memiliki batas akhir, dan setelah itu kita akan terus merosot. Tetapi pertumbuhan spiritual rohani ini tidak memiliki batas akhir, kita perlu terus bertumbuh hingga semakin serupa denganNya, sehingga kekanakan freewill manusia berdosa sudah mampu dikendalikan oleh spiritual kita.
Tidak boleh mengatakan cukup untuk bertumbuh, karena saat kita mengatakan cukup itulah sebenarnya kita tak lagi bertumbuh, itu sebabnya kemerosotan yang justru terjadi. Sama halnya dalam kisah raja Salomo, dia minta hikmad (wisdom), dia adalah raja tentu sebenarnya dia sudah wisdom, tapi dia merasa belum cukup sehingga ingin lebih wisdom lagi itu yang menjadikan dia hebat, namun pada saat-saat terakhir ketika dia merasa sudah cukup wisdom disitulah titik kemalangannya. (lihat kisah Salomo)
Catatan akhir:
Adalah kesalahan pada orang yang semakin tua jika merasa sukacita itu sudah tidak boleh dilakukan lagi, karena dianggap sudah tidak pantas. Kenyataannya kita perlu bersukacita dalam segala hal, dalam ketidaknyamanan sekalipun! Karena kita mengetahui arah yang benar, yaitu untuk semakin serupa denganNya Tuhan Yesus Kristus.
1 Korintus 3 tentang perselisihan: Adanya perselisihan, iri hati, menuruti keinginan daging adalah sikap yang menunjukan kalau kita ini belum dewasa, kita tak mampu mengendalikan keinginan daging (nafsu), seorang yang dewasa tentulah mampu mengendalikan itu semua sehingga mampu memfokuskan diri kepada tujuan hidup yang tepat yang kekal dan pasti! Yang bernilai kekal, untuk selama-lamanya.
2 Korintus 4:16
“Sebab itu kami tidak tawar hati,
tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot,
namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.”
Umur kita semakin tua, secara lahiriah kita semakin lemah, namun biarlah dengan makanan rohani kita bertumbuh sehingga terus diperbaharui hingga semakin kuat dan semakin dewasa, hingga mampu mengendalikan hidup ke arah yang benar, serta mematikan dosa!
Kita tidak akan pernah mampu menilai, diri sendiri dengan tepat, kita juga takkan pernah sanggup mengandalkan kekuatan sendiri untuk berubah dan bertumbuh, kita butuh makanan rohani, dan dengan anugrahNya boleh bertumbuh terus hingga serupa denganNya. Tuhan yang unlimited, kita tak boleh kenal henti untuk meresponi anugrahNya, untuk terus bertumbuh.
Heheheheh… umur boleh tambah tua, badan semakin lemah, itu no problem! Tapi jiwa semakin kuat, semakin dewasa dan semakin bertenaga anak muda :-)
Teriak sekencang-kencangnya: AKU INGIN DEWASA!!!
Be Strong In The Lord, Soli Deo Gloria!
28 July 2011
- Tonny Hartato Yeoh's blog
- Login to post comments
- 24312 reads
Nice bro..
Memang sudah seharusnya...
orang tua menjadi cth dan teladan bagi org muda...
bukan hanya memberi alasan dan pembelaan dalam mengeluarkan egonya...
tetapi menjadi bijaksana dalam setiap lakunya...
GBu ~
^ NARUTO's Spirit !! Ou Yeah !! ^
yg menjadi contoh
yg menjadi contoh pd org muda adalah yg baik dari org tua karna mereka adalah idola yg tidaklah begitu tkenal
Geadley
;)
Di sini poin penting yg aku dapet adalah, mengapa penting sekali kita perlu menjadi dewasa baik secara mental ataupun spiritual..
Yaitu agar kita bisa menjadi teladan yg baik bagi anak-anak kita kelak.. *tentunya kita semua punya cita2 utk menikah, punya anak, dan jadi orgtua bukan? =">
Karena dgn kita menjadi dewasa secara mental dan spiritual, kita bisa menjadi cerminan kasih Kristus bagi anak2 kita..